Saturday, October 15, 2011

Kemunafikan Cinta (CerPen)

Posted by adena riskivia trinanda at 5:24 PM
Malam ini bulan seakan kehilangan separuh cahayanya. Bulan seakan ikut bersedih demi menemani aku, aku yang rindu akan dirinya, rindu akan belaiannya yang membelaiku penuh dengan kasih sayang, rindu dengan pelukannya yang senhangat sinar mentari, rindu akan kata-katanya yang selembut kain sutra.

Saat itu aku sedang berada di taman bermain bersama dia. Memang dia yang mengajakku untuk bermain di sini. Sebenarnya dari tadi jantungku tidak bisa berhenti berdetak dengan cepat.

“hei Rin,”kata dia  kepadaku.

“hmm?” tanyaku sambil tersenyum. Lalu laki-laki tadi menatapku dengan serius dan menggenggam tanganku.

Dia terdiam untuk sesaat, lalu tersenyum padaku, “aku sudah mengenalmu selama 10 tahun. Sudah banyak waktu yang kulalui bersamamu.” Katanya. Jantungku mulai berdebar cepat setela menatap matanya yang menatapku tajam. Matanya yang indah menatapku serius.

“iya?” kataku sok berbasa-basi. Aku begitu penasaran dengan kalimat selanjutnya. Saat itu aku sedikit berharap agar kata-katamu selanjutnya adalah kamu cinta aku.

“seindah-indahnya bunga yang pernah aku liat, hanya ada satu bunga yang begitu memikat peratianku. Seterang-terangnya matahari, ada seseorang yang bersinar lebih terang dihatiku. Secantik-cantiknya senyum monalisa, ada yang mempunyai senyuman lebih cantik dari monalisa. Kau tau? Aku begitu tertarik padamu, kau telah membawaku ke sebuah perasaan yang bernama CINTA,” katanya sambil menggenggam tanganku. “intinya, aku cinta padamu,” katanya sambil tersenyum.

Aku terdiam seribu bahasa. Aku kaget. Seakan sebuah mimpi indah sedang kujalani, tapi aku sadar sekarang aku sedang berada di dunia nyata yang penuh kemunafikkan manusia. Aku hanya membalas pandangannya dengan pandanganku yang tanpa ekspresi. “so? Kamu mau jadi kekasiku?” tanyanya sambil tersenyum. Lagi-lagi dia mengeluarkan senyum mautnya. Senyumnya yang lembut dan manis. Dengan sebuah senyuman saja bisa membuatku meleleh.

“aku mau,” kataku sambil tersenyum tulus. Dia lalu memelukku dan mulai mendekatkan wajanya ke wajahku. Sekarang tak ada jarak lagi antara bibirku dan bibirnya. Nafasnya sangat terasa di pipiku, setiap hembusan nafasnya yang terasa di pipiku membuatku semakin merona. 

Aku tersenyum sendiri mengingat kenangan masa laluku dengannya. Tak terasa butiran air mataku jatuh dari mataku, membasahi pipiku. Aku kangen dia, aku sungguh rindu padanya. Andaikan kau tau saat ini aku begitu butuh belaianmu, aku begitu rindu dengan senyum mematikanmu itu.

Malam itu aku hanya menangis merindukan dirinya, dirinya yang dulu mengisi hatiku ini. Aku tertidur dengan senyuman kelu dan air mata yang masih keluar.

*****

Pagi ini aku pergi ke sekolah, di mana kata orang tempat iru adalah neraka bagi para remaja. Ke sekolah berarti aku harus bertemu dengannya lagi. Entah ini takdir, keberuntungan, atau kesialan untukku, tempat dudukku bersebelahan dengan tempat dudukku. Akankah aku melihat senyum lembutnya lagi seperti dulu.

“hei Tomi,” sapaku sambil tersenyum, sebuah senyum palsu yang dibaliknya ada kesedihan. Aku tau senyumku terlihat sedikit dingin.

“hei Rina,” sapanya padaku sambil membalas senyumku, entah itu senyum asli atau bukan. Tapi senyumnya saat itu terasa dingin, tidak sehangat dulu, sebelum aku memutuskan hubungan kami berdua. Senyum itu tidak selembut dan semanis yang dulu.

“hei sayang,” sapa kekasihku, Tomi. Sudah 1 bulan aku menjalin ubungan dengannya. Banyak yang tidak suka dengan hubungan kami, entah mengapa.

Aku hanya membalas sapaannya dengan sebuah senyuman. Kulihat wajhanya sedikit memerah, dia langsung memalingkan wajahnya. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya itu. Dia lalu menghadapkan wajahnya ke wajahku. Lagi-lagi dia mendekatkan bibirnya ke bibirku. Dia memberikan sebuah ciuman kepadaku, “aku benar-benar jatuh cinta padamu,” katanya sambil berbisik lembut di telingaku. Aku hanya tersenyum mendengarnya.

“ayo kita ke kelas,” kata Tomi. Aku anya menganggukkan kepalaku.

Aku lalu berkumpul dengan teman-temanku. “hei, kamu nggak takut?” tanya salah seorang temanku.

“kenapa harus takut?” tanyaku heran.

“Tomi itu kan terkenal di kalangan gadis-gadis, jadi mungkin kamu bakalan diputusin Tomi. Kamu nggak malu kalau diputusin cowok lebih dulu? Mending kamu duluan yang mutusin dia, dari pada harga dirimu jatuh karena diputusin cowok,” kata temaku sambil tertawa.

Bodohnya aku malah termakan oleh ocehan-ocehan bodoh itu. Aku malah memutuskan Tomi dengan alasan takut diputusinnya lebih dulu. Aku tau kalian menganggapku cewek bodoh, aku mengerti.

“tomi,” panggilku.

“iya sayang? Ada apa?” tanyanya sambil tersenyum.

“aku ingin kita mengakhiri hubungan kita,” kataku sambil menundukkan kepalaku. Aku takut menatapnya. Aku takut bila aku melihat mata indahnya keputusanku akan berubah. Aku tidak sanggup mmelihat matanya yang indah saat mengakhiri hubungan.

“demi apa? Kenapa secepat itu hubungan kita harus berakhir? Aku masih mencintaimu Rina. Aku benar-benar sayang padamu.” Kata Tomi sambil menggenggam tanganku.

Aku membuang muka, “Aku nggak bisa melanjutkan hubungan kita, maaf,”  kataku.

“setidaknya berilah aku alasan! Aku ingin sebuah alasan. Alasan yang membuat bidadari ku tega meninggalkanku.”kata Tomi. Aku merona saat dia memanggilku bidadarinya. Aku semakin takut melihat tatapannya. Aku tau, sekarang mataku pasti berkaca-kaca.

“kamu memang mencintaiku, tapi itu sekarang. Aku takut kamu nanti tidak akan mencintaiku lagi dan meninggalkanku. Aku tidak mau kamu yang duluan memutuskan aku,” kataku dengan nada lirih.

Kulirik wajah Tomi sedikit. Matanya seakan-akan dia marah padaku, ya memang dia marah padaku. “hanya demi itu? Aku tidak paham dengan jalan pikiranmu! Terserahmu deh!” kata Tomi. “Asal kau tau Rina, aku akan selalu mencintaimu sampai takdir berkata lain.” Katanya lagi. Lalu dia meninggalkanku. Aku terdiam, aku tau aku telah melakukan hal terbodoh di dunia. Aku tak paham, mengapa aku bisa sebodoh ini.

Hal terbodoh yang pernah kulakukan adalah saat memutuskan hubungan ku dengan Tomi. Seandainya waktu bisa
diputar, tetapi nasi sudah menjadi bubur, tak ada yang bisa diperbaiki.

“udah pr bahasa?” tanyaku basa-basi.

“udah. Kamu belum? Pengen liat punyaku?” kata Tomi. Ah, dia begitu baik padaku. Semakin dia memperlakukanku dengan baik, maka aku semakin sulit untuk melupakannya. Aku memang cewek super bodoh yang memutuskan sebuah hubungan demi sebuah hal yang sangat sepele.

“aku udah kok,” kataku sambil tersenyum tulus. Dia memang masih perhatian. Dan tadi, entah aku salah liat atau apa, tapi tadi sekilas aku melihat wajahnya memerah. Sayangnya dia langsung memalingkan mukanya, jadi aku tidak bisa memastikannya. Tapi kalau aku berharap tak ada salahnya kan?

*****

Akirnya bel berbunyi juga. Aku bisa pergi dari tempat menyebalkan itu. Sewaktu aku ingin pulang, seseorang menahanku, dia memegang tanganku. “Rina,” katanya lirih.

“kenapa Tom?” tanyaku sambil tersenyum paksa. Jantungku tak bisa berdebar saat dia memegang tanganku.

Tomi lalu terdiam sesaat, lalu dia berkata, “boleh aku antar ke rumah?”

Jantungku semakin berdebar kencang. Aku begitu bahagia bisa diantar Tomi pulang. Tiba-tiba saja aku melihat ladang bunga di sekelilingku, itu artinya aku sedang berbunga-bunga, aku jatuh cinta. Ya, aku memang jatuh cinta kepada Tomi dari dulu.

“iya,” kataku singkat. Aku bingung mau jawab apa. Setelah itu aku pulang menggunakan mobil Tomi.

Di dalam mobil kami saling terdiam dengan pikiran masing-masing. Lagu yang disetel di Recorder Tomi terdengar merdu di telingaku. Mungkin kalau tidak ada lagu ini, debaran jantungku akan terdengar oleh Tomi.

“udah lama ya kita nggak pulang bareng?” kata Tomi memecahkan keheningan. Aku hanya tersenyum. “semenjak kita putus, hubungan kita semakin merenggang,” kata Tomi. Ah, dia membahas tentang hubungan kami. Itu membuatku teringat lagi dengan kenangan pahit itu.

“aku menyesal,” kataku. Sungguh, aku tak sadar telah berkata seperti itu.

Tiba-tiba Tomi merem mendadak dan menyampinkan mobilnya, “maksudmu?” tanyanya menatapku penuh harap. Tatapannya seakan berkata ‘semoga kau masih mencintaiku’.

“eeeeeee, eeeeee...” aku bingung mau berkata apa, dan jadinya aku malah gagap seperti itu.

“apa maksudmu tadi?” tanya Tomi lagi. Kini tatapannya semakin tajam. Dia butu kepastian.

Tetapi aku masih terdiam membisu. Dan akhirnya yang keluar dari mulutku adalah, “aku menyesal pernah menjadi pacarmu dan mengakiri persahabatan kita,”

Tatapan Tomi menjadi sendu. Aku tau, dia kecewa dengan ucapanku tadi. Ucapanku pasti sangat menusuk hatinya. Betapa bodohnya aku, mengapa aku tak berkata jujur padanya?

“maaf karena telah memintamu menjadi kekasihku,” katanya lirih.

Ah, suaranya yang lirih seperti itu membuat hatiku tersayat. Dan tanpa kusadari air mataku mulai keluar dari kelopak mataku dan membasahi pipiku dengan lembutnya, aku menangis. “Rina? Kenapa kau menangis?” katanya. “jangan menangis Rina, itu tambah membuat sakit,” kata Tomi seraya memelukku.

Aku hanya bisa menangis di dadanya. Aku tak tahu harus berkata apa. Aku akan menumpahkan semua kekesalanku terhadap diriku dengan air mataku. Aku akan menangis sepuasnya di dada Tomi. Tomi lalu memegang bahuku dan menghapus air mataku, “mengapa kamu menangis? Tangisanmu itu berharga Rina, karena tangisanmu begitu indah di mataku” kata Tomi dengan nada lirih sambil tersenyum tulus.

Sambil masih terisak aku berkata, “aku benar-benar bodoh,”

Tomi bingung dengan kata-kataku, “maksudmu?” tanyanya heran.

“aku telah melakukan dua hal terbodoh dalam hidupku,” kataku dengan masi terisak. “hal pertama sewaktu aku memutuskan hubunganku demi menaan gengsi. Padahal saat itu aku sangat mencintai kekasiku,” lanjutku.

Tomi terkejut mendengarnya, “benarkah?” katanya. Aku tau, dia tersenyum mendengar ucapanku itu.

“hal kedua saat aku memboongi orang yang kucintai dan membohongi perasaanku. Aku berkata padanya bahwa aku menyesal pernah menjadi kekasihnya. Padahal aku sangat mencintainya sampai sekarang. Padahal....” kata-kata ku terputus karena Tomi memutus pembicaraanku,

“jangan pernah melakukan hal bodoh itu lagi. Karena hal bodoh yang kau lakukan tela menyakiti dua hati, menyakitimu dan menyakitiku. Aku sangat mencintaimu Rina,” kata Tomi sambil membelai rambut hitamku yang lurus.
Aku sungguh bahagia mendengar ucapannya, “maafkan aku,” kataku. Lalu aku langsung memeluknya dengan masih terisak.

Tomi membalas pelukanku, “maukah kau menjadi kekasihku lagi?” katanya.

“tentu saja aku mau,” kataku sambil tersenyum bahagia dengan air mata yang masih dipipiku.

Tomi lalu melepaskan pelukanku. Dia membelai pipiku dan menghapus air mata yang membasahi pipiku itu. Lalu dia menciumku. Aku tak pernah menolak ciumannya, karena aku tau, ciumannya menggambarkan perasaan cintanya padaku. Aku sudah terhipnotis oleh CINTA. Hari itu adalah awal dari kisah cintaku yang sebenarnya. Kisah cinta yang akan menjadi masa depanku dan Tomi. Kisah cinta yang menjadi rahasia kami.

0 comments:

Post a Comment

Saturday, October 15, 2011

Kemunafikan Cinta (CerPen)

Posted by adena riskivia trinanda at 5:24 PM
Malam ini bulan seakan kehilangan separuh cahayanya. Bulan seakan ikut bersedih demi menemani aku, aku yang rindu akan dirinya, rindu akan belaiannya yang membelaiku penuh dengan kasih sayang, rindu dengan pelukannya yang senhangat sinar mentari, rindu akan kata-katanya yang selembut kain sutra.

Saat itu aku sedang berada di taman bermain bersama dia. Memang dia yang mengajakku untuk bermain di sini. Sebenarnya dari tadi jantungku tidak bisa berhenti berdetak dengan cepat.

“hei Rin,”kata dia  kepadaku.

“hmm?” tanyaku sambil tersenyum. Lalu laki-laki tadi menatapku dengan serius dan menggenggam tanganku.

Dia terdiam untuk sesaat, lalu tersenyum padaku, “aku sudah mengenalmu selama 10 tahun. Sudah banyak waktu yang kulalui bersamamu.” Katanya. Jantungku mulai berdebar cepat setela menatap matanya yang menatapku tajam. Matanya yang indah menatapku serius.

“iya?” kataku sok berbasa-basi. Aku begitu penasaran dengan kalimat selanjutnya. Saat itu aku sedikit berharap agar kata-katamu selanjutnya adalah kamu cinta aku.

“seindah-indahnya bunga yang pernah aku liat, hanya ada satu bunga yang begitu memikat peratianku. Seterang-terangnya matahari, ada seseorang yang bersinar lebih terang dihatiku. Secantik-cantiknya senyum monalisa, ada yang mempunyai senyuman lebih cantik dari monalisa. Kau tau? Aku begitu tertarik padamu, kau telah membawaku ke sebuah perasaan yang bernama CINTA,” katanya sambil menggenggam tanganku. “intinya, aku cinta padamu,” katanya sambil tersenyum.

Aku terdiam seribu bahasa. Aku kaget. Seakan sebuah mimpi indah sedang kujalani, tapi aku sadar sekarang aku sedang berada di dunia nyata yang penuh kemunafikkan manusia. Aku hanya membalas pandangannya dengan pandanganku yang tanpa ekspresi. “so? Kamu mau jadi kekasiku?” tanyanya sambil tersenyum. Lagi-lagi dia mengeluarkan senyum mautnya. Senyumnya yang lembut dan manis. Dengan sebuah senyuman saja bisa membuatku meleleh.

“aku mau,” kataku sambil tersenyum tulus. Dia lalu memelukku dan mulai mendekatkan wajanya ke wajahku. Sekarang tak ada jarak lagi antara bibirku dan bibirnya. Nafasnya sangat terasa di pipiku, setiap hembusan nafasnya yang terasa di pipiku membuatku semakin merona. 

Aku tersenyum sendiri mengingat kenangan masa laluku dengannya. Tak terasa butiran air mataku jatuh dari mataku, membasahi pipiku. Aku kangen dia, aku sungguh rindu padanya. Andaikan kau tau saat ini aku begitu butuh belaianmu, aku begitu rindu dengan senyum mematikanmu itu.

Malam itu aku hanya menangis merindukan dirinya, dirinya yang dulu mengisi hatiku ini. Aku tertidur dengan senyuman kelu dan air mata yang masih keluar.

*****

Pagi ini aku pergi ke sekolah, di mana kata orang tempat iru adalah neraka bagi para remaja. Ke sekolah berarti aku harus bertemu dengannya lagi. Entah ini takdir, keberuntungan, atau kesialan untukku, tempat dudukku bersebelahan dengan tempat dudukku. Akankah aku melihat senyum lembutnya lagi seperti dulu.

“hei Tomi,” sapaku sambil tersenyum, sebuah senyum palsu yang dibaliknya ada kesedihan. Aku tau senyumku terlihat sedikit dingin.

“hei Rina,” sapanya padaku sambil membalas senyumku, entah itu senyum asli atau bukan. Tapi senyumnya saat itu terasa dingin, tidak sehangat dulu, sebelum aku memutuskan hubungan kami berdua. Senyum itu tidak selembut dan semanis yang dulu.

“hei sayang,” sapa kekasihku, Tomi. Sudah 1 bulan aku menjalin ubungan dengannya. Banyak yang tidak suka dengan hubungan kami, entah mengapa.

Aku hanya membalas sapaannya dengan sebuah senyuman. Kulihat wajhanya sedikit memerah, dia langsung memalingkan wajahnya. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya itu. Dia lalu menghadapkan wajahnya ke wajahku. Lagi-lagi dia mendekatkan bibirnya ke bibirku. Dia memberikan sebuah ciuman kepadaku, “aku benar-benar jatuh cinta padamu,” katanya sambil berbisik lembut di telingaku. Aku hanya tersenyum mendengarnya.

“ayo kita ke kelas,” kata Tomi. Aku anya menganggukkan kepalaku.

Aku lalu berkumpul dengan teman-temanku. “hei, kamu nggak takut?” tanya salah seorang temanku.

“kenapa harus takut?” tanyaku heran.

“Tomi itu kan terkenal di kalangan gadis-gadis, jadi mungkin kamu bakalan diputusin Tomi. Kamu nggak malu kalau diputusin cowok lebih dulu? Mending kamu duluan yang mutusin dia, dari pada harga dirimu jatuh karena diputusin cowok,” kata temaku sambil tertawa.

Bodohnya aku malah termakan oleh ocehan-ocehan bodoh itu. Aku malah memutuskan Tomi dengan alasan takut diputusinnya lebih dulu. Aku tau kalian menganggapku cewek bodoh, aku mengerti.

“tomi,” panggilku.

“iya sayang? Ada apa?” tanyanya sambil tersenyum.

“aku ingin kita mengakhiri hubungan kita,” kataku sambil menundukkan kepalaku. Aku takut menatapnya. Aku takut bila aku melihat mata indahnya keputusanku akan berubah. Aku tidak sanggup mmelihat matanya yang indah saat mengakhiri hubungan.

“demi apa? Kenapa secepat itu hubungan kita harus berakhir? Aku masih mencintaimu Rina. Aku benar-benar sayang padamu.” Kata Tomi sambil menggenggam tanganku.

Aku membuang muka, “Aku nggak bisa melanjutkan hubungan kita, maaf,”  kataku.

“setidaknya berilah aku alasan! Aku ingin sebuah alasan. Alasan yang membuat bidadari ku tega meninggalkanku.”kata Tomi. Aku merona saat dia memanggilku bidadarinya. Aku semakin takut melihat tatapannya. Aku tau, sekarang mataku pasti berkaca-kaca.

“kamu memang mencintaiku, tapi itu sekarang. Aku takut kamu nanti tidak akan mencintaiku lagi dan meninggalkanku. Aku tidak mau kamu yang duluan memutuskan aku,” kataku dengan nada lirih.

Kulirik wajah Tomi sedikit. Matanya seakan-akan dia marah padaku, ya memang dia marah padaku. “hanya demi itu? Aku tidak paham dengan jalan pikiranmu! Terserahmu deh!” kata Tomi. “Asal kau tau Rina, aku akan selalu mencintaimu sampai takdir berkata lain.” Katanya lagi. Lalu dia meninggalkanku. Aku terdiam, aku tau aku telah melakukan hal terbodoh di dunia. Aku tak paham, mengapa aku bisa sebodoh ini.

Hal terbodoh yang pernah kulakukan adalah saat memutuskan hubungan ku dengan Tomi. Seandainya waktu bisa
diputar, tetapi nasi sudah menjadi bubur, tak ada yang bisa diperbaiki.

“udah pr bahasa?” tanyaku basa-basi.

“udah. Kamu belum? Pengen liat punyaku?” kata Tomi. Ah, dia begitu baik padaku. Semakin dia memperlakukanku dengan baik, maka aku semakin sulit untuk melupakannya. Aku memang cewek super bodoh yang memutuskan sebuah hubungan demi sebuah hal yang sangat sepele.

“aku udah kok,” kataku sambil tersenyum tulus. Dia memang masih perhatian. Dan tadi, entah aku salah liat atau apa, tapi tadi sekilas aku melihat wajahnya memerah. Sayangnya dia langsung memalingkan mukanya, jadi aku tidak bisa memastikannya. Tapi kalau aku berharap tak ada salahnya kan?

*****

Akirnya bel berbunyi juga. Aku bisa pergi dari tempat menyebalkan itu. Sewaktu aku ingin pulang, seseorang menahanku, dia memegang tanganku. “Rina,” katanya lirih.

“kenapa Tom?” tanyaku sambil tersenyum paksa. Jantungku tak bisa berdebar saat dia memegang tanganku.

Tomi lalu terdiam sesaat, lalu dia berkata, “boleh aku antar ke rumah?”

Jantungku semakin berdebar kencang. Aku begitu bahagia bisa diantar Tomi pulang. Tiba-tiba saja aku melihat ladang bunga di sekelilingku, itu artinya aku sedang berbunga-bunga, aku jatuh cinta. Ya, aku memang jatuh cinta kepada Tomi dari dulu.

“iya,” kataku singkat. Aku bingung mau jawab apa. Setelah itu aku pulang menggunakan mobil Tomi.

Di dalam mobil kami saling terdiam dengan pikiran masing-masing. Lagu yang disetel di Recorder Tomi terdengar merdu di telingaku. Mungkin kalau tidak ada lagu ini, debaran jantungku akan terdengar oleh Tomi.

“udah lama ya kita nggak pulang bareng?” kata Tomi memecahkan keheningan. Aku hanya tersenyum. “semenjak kita putus, hubungan kita semakin merenggang,” kata Tomi. Ah, dia membahas tentang hubungan kami. Itu membuatku teringat lagi dengan kenangan pahit itu.

“aku menyesal,” kataku. Sungguh, aku tak sadar telah berkata seperti itu.

Tiba-tiba Tomi merem mendadak dan menyampinkan mobilnya, “maksudmu?” tanyanya menatapku penuh harap. Tatapannya seakan berkata ‘semoga kau masih mencintaiku’.

“eeeeeee, eeeeee...” aku bingung mau berkata apa, dan jadinya aku malah gagap seperti itu.

“apa maksudmu tadi?” tanya Tomi lagi. Kini tatapannya semakin tajam. Dia butu kepastian.

Tetapi aku masih terdiam membisu. Dan akhirnya yang keluar dari mulutku adalah, “aku menyesal pernah menjadi pacarmu dan mengakiri persahabatan kita,”

Tatapan Tomi menjadi sendu. Aku tau, dia kecewa dengan ucapanku tadi. Ucapanku pasti sangat menusuk hatinya. Betapa bodohnya aku, mengapa aku tak berkata jujur padanya?

“maaf karena telah memintamu menjadi kekasihku,” katanya lirih.

Ah, suaranya yang lirih seperti itu membuat hatiku tersayat. Dan tanpa kusadari air mataku mulai keluar dari kelopak mataku dan membasahi pipiku dengan lembutnya, aku menangis. “Rina? Kenapa kau menangis?” katanya. “jangan menangis Rina, itu tambah membuat sakit,” kata Tomi seraya memelukku.

Aku hanya bisa menangis di dadanya. Aku tak tahu harus berkata apa. Aku akan menumpahkan semua kekesalanku terhadap diriku dengan air mataku. Aku akan menangis sepuasnya di dada Tomi. Tomi lalu memegang bahuku dan menghapus air mataku, “mengapa kamu menangis? Tangisanmu itu berharga Rina, karena tangisanmu begitu indah di mataku” kata Tomi dengan nada lirih sambil tersenyum tulus.

Sambil masih terisak aku berkata, “aku benar-benar bodoh,”

Tomi bingung dengan kata-kataku, “maksudmu?” tanyanya heran.

“aku telah melakukan dua hal terbodoh dalam hidupku,” kataku dengan masi terisak. “hal pertama sewaktu aku memutuskan hubunganku demi menaan gengsi. Padahal saat itu aku sangat mencintai kekasiku,” lanjutku.

Tomi terkejut mendengarnya, “benarkah?” katanya. Aku tau, dia tersenyum mendengar ucapanku itu.

“hal kedua saat aku memboongi orang yang kucintai dan membohongi perasaanku. Aku berkata padanya bahwa aku menyesal pernah menjadi kekasihnya. Padahal aku sangat mencintainya sampai sekarang. Padahal....” kata-kata ku terputus karena Tomi memutus pembicaraanku,

“jangan pernah melakukan hal bodoh itu lagi. Karena hal bodoh yang kau lakukan tela menyakiti dua hati, menyakitimu dan menyakitiku. Aku sangat mencintaimu Rina,” kata Tomi sambil membelai rambut hitamku yang lurus.
Aku sungguh bahagia mendengar ucapannya, “maafkan aku,” kataku. Lalu aku langsung memeluknya dengan masih terisak.

Tomi membalas pelukanku, “maukah kau menjadi kekasihku lagi?” katanya.

“tentu saja aku mau,” kataku sambil tersenyum bahagia dengan air mata yang masih dipipiku.

Tomi lalu melepaskan pelukanku. Dia membelai pipiku dan menghapus air mata yang membasahi pipiku itu. Lalu dia menciumku. Aku tak pernah menolak ciumannya, karena aku tau, ciumannya menggambarkan perasaan cintanya padaku. Aku sudah terhipnotis oleh CINTA. Hari itu adalah awal dari kisah cintaku yang sebenarnya. Kisah cinta yang akan menjadi masa depanku dan Tomi. Kisah cinta yang menjadi rahasia kami.

0 comments on "Kemunafikan Cinta (CerPen)"

Post a Comment

 

THIS IS THE STORY OF ME :) Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea